Jumat, 14 Mei 2010

Benarkah Rasulullah s.a.w. Pernah Terkena Sihir atau Tenung alias Santet?

Oleh Syubair Ahmad Tsaaqib

Kisah atau isu bahwa Rasulullah disihir lalu turun surah al-Falaq dan An-Naas guna menjampinya kemudian beliau sembuh mungkin pernah kita dengar dan baca. Dalam majalah berbahasa Arab ‘At-Taqwa’ vol. 14 Edisi VII, November 2001 terdapat artikel menarik berjudul ‘Hal Suhira Rasulullah?’ artinya Apakah Rasulullah s.a.w. terkena Sihir?. Dibawah ini adalah terjemahan yang agak panjang dari artikel tersebut yang dilakukan oleh Mln Ridwan Buton, Mubaligh muda sebuah Jamaah Islam yang sekarang tinggal di Pulau Buru, Maluku.

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa setelah perjanjian Hudaibiyah ada seorang laki-laki yang bernama Lubaid bin Al-A’sham telah menyihir Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam Ia memasang sihir atau sesuatu yang biasa digunakan untuk menyisir rambut. Lantas ia mengikatnya dengan tali dan meludahinya kemudian ia memasukkannya ke dalam sumur. Riwayat-riwayat itu menceritakan bahwa Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam berada dalam pengaruh sihir ini selama beberapa hari. Beliau selalu dibayang-bayangi oleh kesedihan, kesusahan dan kegelisahan. Beliau selalu memperbanyak doa disebabkan kegalauan jiwa.

Riwayat-riwayat itu menceritakan bahwa dialah yang melepaskan serangan-serangan itu sehingga tiab-tiba Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam berada dalam keadaan lemah yakni mengalami lupa berat. Samapi-sampai beliau mengira telah melakukan sesuatu padahal tidak. Setahu beliau menganggap beliau sedang mendatangi isteri-isteri beliau padahal sebenarnya tidak. Sesungguhnya kebiasaan beliau yang beberkat yaitu mendatangi isteri-isteri beliau satu per satu pada setiap sore untuk mengecek keadaan-keadaan mereka hingga beliau sampai di rumah isteri yang memperoleh giliran untuk beliau bermalam. Ketika mencapai puncaknya, Allah s.w.t. memukakan kepada beliau dengan perantaraan mimpi yang benar mengenai perbuatan yang keji ini (sihir).[1]

Seandainya kita menerima riwayat-riwayat ini secara letterlek, pasti akan tampak bagi kita bahwa sosok Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam yang penuh berkat itu sangat lemah derajatnya sehingga memungkinkan orang-orang untuk mengatakan bahwa setiap orang jahat yang memusuhi beliau bisa menguasai beliau s.a.w. dan mengatur-atur beliau sekehendak hatinya melalui perantaraan sihir. Buktinya, musuh-musuh yang memiliki kekuatan mampu menguasai hati beliau ygang suci dan kecerdasan beliau yang cemerlang dengan cara menenung dan menyihir beliau sehingga – na’udzu billaahi min dzaalik – Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallam tidak berdaya dan hilang akal di hadapan sihir-sihir mereka.

Sebelum kami membantah syubhat-syubhat dan kebusukan-kebusukan yang terdapat dalam cerita-cerita ini, kami merasa perlu untuk menjelaskan bahwa setiap nabi memiliki dua sifat. Di satu sisi Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam adalah nabi dan rasul Allah. Dari sisi ini beliau dikuatkan oleh para malaikat dan mukhothobah Ilaahiyah (bercakap-cakap dengan Tuhan). Dan beliau disebut sebagai guru yang memberikan contoh kepada para pengikut-pengikut beliau dalam masalah-masalah agama. Sedang dari sisi lain, beliau adalah manusia biasa seperti manusia-manusia lainnya. Dari segi ini beliau tunduk kepada setiap yang menundukkan semua manusia. Sebagaimana Allah berfirman: “Katakanlah: sesungguhnya aku adalah seorang manusia seperti kalian hanya saja aku diberi wahyu.” (Surah Al-Kahfi: 111)

Sungguh kasihan orang-orang yang menganggap bahwa para nabi yang mulia tidak tunduk kepada apa yang menundukkan manusia-manusia selain mereka misalnya, hajat, berbagai macam penyakit dan sebagainya. Sesungguhnya mereka sakit seperti manusia lainnya. Mereka pun melakikan pekerjaan-pekerjaan alami seperti yang dikerjakan oleh semua manusia. Hanya dengan dan penjagaan dari penyakit aneh. Perlu diketahui sihir itu tidak termasuk dalam kategori penyakit-penyakit alami. Sihir adalah kemampuan menyimpan sebuah pengaruh kedalam hati seseorang atau akalnya atau di luar kesadarannya dengan cara menidurkan secara magnetis (hipnotis-pent.) ini juga disebut sihir.

Supaya lebih jelas saya akan menyampaikan kepda anda beerapa makna sihir yang lainnya. Disebutkan dalam al-Ma’aajam al-Arobiyyah bahwa sihir artinya menipu; mengimitasi; mengeluarkan kebatilan dalam bentuk kebenaran; segala tipu muslihat yang dikerjakan oleh manusia; mengambil secra halus; memohon pertolongan kepda syaithan dengan cara mendekatkan diri kepadanya untuk memperoleh apa yang dicari. Jadi, kita dapat mengelompokan jenis-jenis sihir itu kedalam 3 bagian, yakni tipuan, dusta dan bohong; Menidurkan secara magnetis (hipnotis – pent.); dan memohon bantuan syaithan

Khusus bagian pertama telah digunakan oleh setiap penipu, pendusta dan pembohong untuk menentang setiap nabi sehingga manusia tertipu olehnya. Tipu-muslihat yang kotor itu digunakan untuk menjauhkan manusia dari para nabi yang benar. Inilah maksud yang sebenarnya dari cerita sihir terkenal yang kami tolak itu. Dimana musuh-musuh Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam menyiarkan desas-desus tentang sakitnya beliau untuk menghilangkan kepercayaan orang-orang terhadap kebenaran beliau shollolloohu ‘alaihi wa sallam.

Adapun sihir atau menidurkan secara magnetis merupakan satu ilmu yang benar-benar ada dan tidak bisa dipungkiri. Akan tetapi ilmu itu tidak mampu untuk mempengaruhi Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam sebab menurut para ulama, ilmu itu hanya mampu mempengaruhi hati orang-orang yang lemah. ‘Allaamah Ibnu al-Qoyyim berkata: “Mengenai tukang-tukang sihir, sesungguhnya sihir mereka hanya mampu mempengaruhi hati-hati orang yang lemah lagi pemarah (emosional), dan jiwa-jiwa yang suka menuruti keinginan syahwat yakni yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan rendah. Sihir inilah yang mampu mempengaruhi wanita, anak-anak, orang-orang bodoh, penduduk pedalaman (badui) dan orang-orang yang lemah dalam beragama, bertawakkal dan bertauhid.”[2]

Adapun Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam adalah insan yang berhati suci yang memperlihatkan kebesaran Allah Ta’ala. Beliau memiliki derajat yang sangat kuat sehingga beliau mampu memikul firman (Allah) yang maha berat. Dan itulah amanat yang tidak sanggup dipikul oleh langit dan bumi. Ketawakkalan dan ketauhidan beliau melampaui derajat yang sangat tinggi.

‘Allaamah Az-Zurqoni dalam syarahnya menukil perkataan Imam Ar-Raazi demikian: “Pengaruh sihir tidak akan ada kecuali bagi orang-orang fasiq.”[3] Oleh karena itu, berprasangka bahwa Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam telah tertimpa sihir adalah ocehan yang tertolak dan tidak masuk akal serta ditolak oleh akal sehat. Adapun memohon bantuan syaithan untuk menentang seorang Rasul pun merupakan perkara yang tertolak dan tidak bisa diterima. Apalagi sosok Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam yang telah mengalahkan kekuatan syaithan melalui mukjizat belau sehingga syaithan yang ada pada beliau telah menjadi muslim.

Tidak diragukan bahwa Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam adalah rasul terbaik. Dan tidak ada dan tidak aka nada seorang pun yang mampu menghancurkan kekuatan thaghut seperti yang dilakukan Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam jadi tidak pantas serta tidak layak bahkan tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa – na’udzu billaah – beliau suatu hari pernah terkena hantaman sihir syaithan yang didatangkan oleh orang Yahudi yang hina itu (si penyihir Lubaid-editor). Tidak mungkin seorang makhluk Allah yang termulia terpengaruh oleh pekerjaan kotor ini. Cerita-cerita ini tidak lain melainkan pikiran-pikiran kotor yang bertentangan dengan akal manusia.

Muhammad shollolloohu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Siti ‘Aisyah r.a.: “Pada setiap manusia terdapat syaithan,” ‘Aisyah bertanya: “termasuk pdamu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Iya, akan tetapi Tuhanku telah menolongku sehingga setan itu telah menjadi Muslim.”[4]

Berdasarkan keterangan yang jelas dan terang ini diketahui bahwa sesungguhnya cerita-cerita itu tidak berdasar dan penuh dengan rekayasa dimana seorang Yahudi yang menurut Al-Qura’an sebagai manusia yang dimurkai (al-maghdhuub) telah meminta bantuan setan dan telah menuasai seoarang sosok manusia yang memiliki makrifat yang agung, Muhammad al-Mushthofa shollolloohu ‘alaihi wa sallam dengan sihir sehingga beliau mengalami kesusahan, kebimbangan dan sakit karena pengaruh sihir setan ini – na’udzu billaahi – kami berlindung kepada Allah dari hal-hal yang tidak berdasar dan tidak beradab ini.

Pernyataan Al-Quran al-Majid

Al-Quran Menyatakan:

“Akan tetapi, syaithanlah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (Surah Al-Baqoroh 2: 103)

“Sesungguhnya engkau (setan) tidak memiliki kekuatan untuk menguasai hamba-hamba-Ku…” (Surah Al-Isro : 66)

Dan Dia berfirman mengenai penggunaan sihir untuk menentang para nabi:

“…para tukang sihir tidak akan berhasil.” (Yunus : 78)

Dan Dia berfirman: “…dan tukang sihir tidak akan sukses dimana pun ia datang.” (Thoha : 70)

Yakni, para tukang sihir itu bagaimana pun usaha mereka sekali-kali tidak akan pernah berkutik di hadapan para nabi. Jadi, dengan dikemukakan perihal nabi diketahui bahwa Al-Quran sungguh telah menolak secara tegas adanya sihir yang menghantam Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam bahkan Al-Qur’an telah member gelar azh-zholimiin (orang-orang zalim) kepada orang-orang yang memberi gelar pada beliau ‘al-mashuur’ (orang yang terkena sihir) sebagaimana Dia berfirman: “Ingatlah ketika orang-orang zalim berkata: “…tidaklah kalian ikuti melainkan seorang laki-laki yang terkena sihir.” (Bani Israel atau Al-Isroo’ : 48)

Dengan demikian, sesungguhnya Al-Qur’an telah menentang kemungkinan terjadinya pengaruh sihir terhadap sosok makhluk yang termulia yakni pemimpin kita Muhammad al-Mushthofa shollolloohu ‘alaihi wa sallam. Pendeknya sesungguhnya Al-Qur’an menentang orang-orang yang mencela Nabi s.a.w. dengan kata-kata: “Sesungguhnya penamaan Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam sebagai al-Mashuur (yang terkena sihir) adalah perbuatan zalim dan melampaui batas. Menurut pernyataan Al-Qur’an sesungguhnya cerita tentang sihir itu tidak lain melainkan rekayasa orang-orang zalim. Sebenarnya Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam tidak pernah terkena sihir sebagaimana Allah telah menolak diri beliau disebut ‘al-mashuur’.

Pendapat Imam al-Bukhari

Imam al-Bukhari telah menceritakan kisah ini di dalam shahihnya dan beliau telah memberi isyarat mengenai poin-poin yang halus dengan cara berikut ini:

a. Beliau telah menceritakan kisah ini dalam kitab Ath-Thib (Pengobatan) untuk mengisyaratkan bahwa sebenarnya yang terjadi itu Rosulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam mengalami sakit dan bukan terkena sihir.

b. Beliau telah mengemukakan ayat-ayat berikut ini dalam bab tentang sihir dalam kitab ath-Thib:

‘..walaakinnasy-syayaathiina kafaruu yu’allimuunannaasas-sihro..’

“…akan tetapi, setanlah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (Surah Al-Baqoroh 2: 103)

‘…wa laa yuflihus saahiru haitsu ataa’

“…seorang penyihir tidak akan sukses dimana saja ia berada.” (Thoha: 80)

‘…a fata’tuunas sihro wa antum tubshiruun’

“…apakah kalian akan mendatangi sihir padahal kalian melihat?” (Surah al-Anbiyaa’: 4)

‘…yukhoyyalu ilaihi min sihrihim annahaa tas’aa…’

“..sihir-sihir mereka seolah-olah terlihat olehnya sedang berjalan.” (Thoha: 67)

wa min syarrin naffaatsati fil ‘uqod

“Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang menghembus pada tali-temali.” (Surah al-Falaaq: 5)

‘…wa qoolazh-zhoolimuuna in tattabi’uuna illa rojulan mashuuro’

“Dan orang-orang zhalim berkata: “tidaklah kalian ikuti melainkan seorang laki-laki kena sihir.” (Surah al-Furqoon: 9)

Sesungguhnya Imam al-Bukhori menderetkan ayat-ayat ini dalam bab sihir dengan maksud untuk memberitahukan kepada kita bahwa langkah pertama yang harus ditempuh oleh kita untuk memahami masalah-masalah ini adalah membahas ayat-ayat al-Quran yang berhubungan dengan hakikat sihir, kemampuannya dan para pelakunya dalam menghadapi para nabi. Dari sini dapat diketahui bahwa orang-orang yang melakukan itu ingin membuat kerusakan di bumi dan menyebabkan fitnah. Jadi seandainya anda membaca riwayat-riwayat sihir ini dengan memperhatikan hal-hal ini secara cermat, maka hakikatnya akan terbuka bagi kalian dan perkaranya menjadi jelas.

Kemudian Imam al-Bukhori juga telah juga telah menceritakan riwayat ini dalam kitab bad’ul kholq (awal mula penciptaan) bab sifat iblis dan tentara-tentaranya. Hal itu mengisyaratkan bahwa sihir itu hanya ada dalam perbuatan-perbuatan iblis dan sekutu-sekutunya dan di bagian akhir beliau mengemukakan kalimat-kalimat ini: bab syirik dan sihir itu termasuk perbuatan kotor (kitab ath-Thibb atau kitab pengobatan).

Al-‘Alaamah al-‘Aini pensyarah (komentator) shahih al-Bukhori mengatakan: “Beliau menyebutkan masalah tenung dan sihir secara bersamaan karena keduanya itu berasal dari perbuatan setan. Dan seakan-akan keduanya itu berasal dari satu wadah.[5]” Setan dan para sekutunya tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi para nabi Allah menurut nash al-Quran. Dengan demikian adalah hal mustahil bahwa beliau dikuasai oleh setan atau dipengaruhi oleh sihir. Orang Yahudi sendiri telah menyatakan bahwa mereka telah berusaha untuk menyihir beliau akan tetapi mereka gagal dalam hal itu. Bacalah dengan teliti kalimat-kalimat yang terdapat dalam riwayat itu dengan dasar yang dikemukakan dalam ath-Thobaqaat karya Ibnu Sa’ad.

Pertentangan

Untuk mencari cacatnya riwayat ini hendaklah dikemukakan kontradiksi yang telah disebutkan dalam cerita-cerita tentang sihir tersebut. Sesungguhnya rosulullah s.a.w. telah berangkat ke Madinah menuju Makkah al-Mukarromah pada bulan Dzulqo’dah tahun ke-6 Hijriah untuk melaksanakan Umroh yang didasarkan pada mimpi yang beliau lihat. Akan tetapi orang-orang Musyrik Makkah mencegat beliau dalam perjalanan dan mereka tidak memberi izin kepada beliau untuk memasukina maka beliau mengadakan perjanjian dengan orang-orang kafir itu dan beliau kembali dari Hudaibiyah menuju Madinah pada tahun berikutnya di bulan Dzulhijjah. Sedangkan diceritakan bahwa cerita sihir itu pada tahun 7 Hijriah. Sungguh dalam Ath-Thobaqoot al-Kubro karya Ibnu Sa’ad telah disebutkan demikian:

Ketika Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam kembali dari Hudaibiyah pada bulan Dzulhijjah hamper masuk Muharrom, para pembesar Yahudi telah datang kepada Lubaid Ibnu Al-A’shom. Dia adalah seorang tukang sihir lalu mereka berkata kepadanya: ‘Wahai Abul A’sham! Engkau adalah penyihir terbaik dari kami. Sesungguhnya kami telah menyihir Muhammad. Beberapa orang laki-laki dan perempuan kami telah menyihirnya akan tetapi kami tidak bisa berbuat apa-apa… dan kami akan memberimu upah kalau engkau menyihirnya untuk kami dengan sihir yang membinasakannya’. Lalu mereka menyediakan kepadanya tiga dinar supaya dia menyihir Rasulullah s.a.w.[6] “

Sesungguhnya pengaruh-pengaruh atau efek yang ditinggalkan oleh peristiwa Hudaibiyah pada beliau adalah: Beliau tidak bisa menunaikan umroh pada tahun itu karena beliau keluar untuk umroh itu berdasarkan ijtihad beliau sendiri. Perkara inilah yang sangat dominan sehingga kehendak Allah yang disampaikan melalui mimpi itu tidak terpenuhi. Seiring dengan hal itu, para sahabat adalah orang lain yang mengalami kesedihan yang hebat disebabkan syarat-syarat yang secara nyata sangat merugikan dan tidak memungkinkan untuk menunaikan umroh pada tahun itu. Meskipun adanya para sahabat untuk mendukung istruksi yang keluar dari Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam dengan jiwa dan semangat mereka akan tetapi ketika beliau memerintahkan mereka untuk menyembelih hewan Qurban di Hudaibiyah itu, mereka tidak sanggup untuk memenuhi perintah beliau sebab hati dan pikiran mereka mengalami shock. Sehingga terpaksa Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam yang menyembelih kurbannya dengan tujuan agar yang lainnya pun ikut menyembelih. Selain itu, beliau kuatir kalau-kalau orang-orang yang imannya lemah akan tergelincir karena ujian yang ditimbulkan oleh perjanjian Hudaibiyah tersebut. Jadi, beliau mengerahkan segenap pikiran beliau supaya mereka tidak tergelincir. Jelas, orang-orang kafir dan munafik mengambil manfaat dari kesempatan ini untuk berbuat keji dan kotor. Sampai-sampai ketika beberapa orang dari antara mereka mendengar ayat:

“Sesungguhnya Kami telah membuka kemenangan nyata untukmu.” (Surah al-Fath) Maka mereka segera mengatakan: “Mana kemenangannya?” itulah musuh yang menetapkan syarat-syarat yang merugikan itu!! Perkara-perkara besar inilah yang telah menimpa perasaan Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam adalah hal yang alami, kalau ada beberapa tafsir yang jelas-jelas keluar sifat manusiawi beliau. Dan hal itu, tentu untuk memperlihatkan beberapa bentuk amalan yang telah disampaikan oleh ayat:

‘qul innamaa ana basyarum mitslukum…’

“Katakanlah: sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian…” (Surah al-Kahfi: 111)

Selain itu, sesungguhnya riwayat-riwayat itu menyatakan bahwa beliau mengalami sakit dan beliau menggunakan bekam sebagai obat. Akan tetapi beliau tetap sakit dan hasil dari bekam itu membuat beliau malah semakin lemah. Kemudian, beliau terus-terusan memikirkan hasil yang kurang menyenangkan dari perjanjian Hudaibiyah. Kemudian beliau terus membenamkan diri kedalam peperangan di jalan yang benar disamping menyelesaikan banyak masalah-masalah lainnya dlaam satu waktu untuk mewujudkan cita-cita yang luhur. Semua itu membuat belau lupa beberapa waktu. Dalam kehidupan manusia setiap orang yang memiliki urusan yang sangat banyak akan mudah mengalami kebingungan dan lupa secara wajar karena tertekan oleh banyaknya masalah yang sulit dan menguras perasaan demi satu cita-cita. Sungguh ini adalah hal alami yang sesuai dengan fitrat manusia dan rasio serta bukan hal yang aneh. Inilah yang sebenarnya terjadi pada Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallam akan tetapi orang-orang jahat itu memutarbalikkan fakta itu dengan menyatakan bahwa beliau terkena sihir.

Faktanya, dalam kisah ini terdapat dua sisi yang secara mutlak sudah tidak asing lagi. Di satu sisi Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam sakit karena sebab-sebab alami dan di sisi lain orang Yahudi memanfaatkan kesempatan ini. Mereka telah mepergunakan sakitnya Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam secara alami itu untuk mengatakan bahwa beliau terkena sihir. Musuh-musuh yang gagal itu senantiasa mempergunakan tipu-tipu daya yang kotor dan keji seperti ini.

Kemudian, kalimat-kalimat Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam yang tercantum dalam riwayat-riwayat tersebut pun turut member kejelasan. Dimana beliau bersabda: “Demi Allah, Dia sungguh telah menyembuhkanku” yakni sesungguhnya Allah telah membebaskan aku dari sakit ini. Dari kalimat-kalimat ini jelas bahwa beliau s.a.w. menyebt keadaan beliau ini dengan marodhun (sakit) dan bukan terkena sihir atau santet.

Al-Imam Ibnu Hajar dalam syarahnya untuk hadits Bukhori (Fathul Baari) mengutip perkataan Al-‘Allaamah Ibnu Al-Qashar demikian: “Yang menimpa Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam adalah salah satu jenis penyakit sebagaimana beliau bersabda pada bagian akhir hadits itu: “Sesungguhnya Dia telah menyembuhkanku.”[7] Seiring dengan hal itu Hadhrat Siti ‘Aisyah r.a. telah menyebutkan satu sabda Rasulullah s.a.w. beliau bersabda:

‘Innallooha anba-anii bi marodhii’ “Sesungguhnya Allah telah memisahkan aku dengan penyakitku.”[8] Hal ini menguatkan bahwa beliau sakit bukan terkena sihir.

Meneliti Riwayat

Apabila kita meneliti riwayat-riwayat ini dari segi-segi lain maka perkara itu akan semakin jelas dan benar-benar akan terbuka bahwa klaim dan riwayat tersebut sebenarnya rekayasa yahudi akan tetapi salah seorang perawi salah dalam menjelaskan kepalsuan itu. Ia tidak menyebutkan konteks yang sebenarnya mengenai riwayat ini karena keliru atau lupa. Atau, mungkin orang-orang yang menerima riwayat ini dari Siti Aisyah r.a. telah membuat kepalsuan ini padahal sebenarnya mereka mengetahui hakikat dari masalah ini. Dari segi ini, Siti Aisyah r.a. merasa tidak mperlu untuk menyebutkan nama orang yahudi yang jahat itu kepada mereka. Adapun perawi-perawi belakangan mereka tidak mengetahui kepalsuan cerita ini sehingga mereka meriwayatkannya tanpa memberikan penjelasan tentang kepalsuannya yakni riwayat-riwayat tersebut adalah tipu daya dan desas-desus yang berasal dari kubu Yahudi. Kesalahan-kesalahan seperti inilah yang kadang-kadang terselip dalam hadits-hadits.

Kami akan membuktikan hal itu dengan dua riwayat: Dikatakan kepada Aisyah r.a. bahwa Abu Hurairah r.a. berkata Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kesialan itu ada pada tiga hal: pada rumah, pada wanita, dan pada kuda.” Maka Siti Aisyah r.a. berkata: ‘Abu Hurairah tidak tahu bahwa dia telah gila. Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah memerangi orang-orang Yahudi yang mengatakan: ‘Sesungguhnya kesialan itu ada pada tiga hal: ‘pada rumah, pada wanita dan pada kuda.’ Ia telah mendengar akhir sabda Nabi s.a.w. tetapi ia tidak mendengar awalnya.”[9]

Riwayat-riwayat ini adalah asli perkataan orang Yahudi dan tercantum dalam ‘Abu Daud’ yang dinisbatkan kepada Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam seakan-akan beliau yang mengatakannya padahal beliau tidak mengatakannya. Sesungguhnya itu adalah perkataan orang Yahudi.

Kedua, “Diceritakan kepada Aisyah r.a. tentang perkataan Ibnu Umar: ‘Sesungguhnya orang yang mati itu pasti diazab karena ditangisi oleh orang yang hidup.’ Maka Aisyah berkata: ‘Semoga Allah mengampuni Abu Abdur-Rohman!! Meskipun dia tidak berdusta akan tetapi ia telah lupa atau membuat kesalahan. Sesungguhnya Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam hanya lewat di sekitar (rumah) perempuan Yahudi yang ditangisi keluarganya. Kemudian beliau bersabda: ‘Mereka menangisinya padahal sesungguhnya ia sedang diazab di dalam kuburnya.’” [10]

Ini adalah riwayat lain yang tercantum dalam Shahih Muslim Kitab al-Janaaiz tanpa menyebutkan konteksnya.

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa cerita sihir itu berasal dari cerita bohong orang-orang yahudi dan para perawi awal mengetahui hal itu. Oleh karena itu, mereka merasa tidak perlu untuk menyampaikan maslah ini secara detail sebab, cerita bohong itu telah diketahui oleh masyarakat lalu mereka meriwayatkannya tanpa penjelasan. Atau , salah seorang perawi belakangan lupa untuk menceritkan di dalam riwayatnya bahwa orang-orang Yahudi telah mengklaim bahwa mereka telah menyihir Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam padahal tidak (berhasil-ed.).

Mungkin ada yang bertanya: hadis ini kan tercantum dalam Shahihain (2 kitab hadis shahih/otentik, Bukhori-Muslim) seperti yang diceritakan oleh Hadits yang lain dan para perawinya tsiqoot (orang-orang yang sangat dipercaya) apakah hal ini tidak menunjukkan bahwa kejadian ini benar-benar terjadi?

Pertanyaan ini dapat dijawab demikian: pertama, Hadhrat Maulana Hakim Nuruddin r.a. Khalifatul Masih al-Awwal dalam tafsir beliau tentang Surah al-Falaq dan sanad dari riwayat-riwayat ini menyatakan:

‘Sesungguhnya beberapa ahli tafsir telah menyatakan bahwa asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya) ayat ini adalah karena ada orang Yahudi yang menyihir Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah mengajarkan doa ini (surah al-Falaq) untk membentengi diri dari kejahatan tukang-tukang sihir itu. Seandainya kita meneliti kejadian ini dalam hadits-hadits pasti kita akan menemukan bahwa ‘Hisyam’ lah yang merawikan hadits ini. Ia sendiri yang meriwayatkan hadits ini. Padahal seharusnya kejadian besar seperti ini diceritakan oleh orang lain juga.[11]

Kedua, kami sering menyebut bahwa sebenarnya cerita ini adalah rekayasa Yahudi akan tetapi salah seorang perawi lupa menyebutkan semua kepalsuan ini sehingga para perawi belakangan pun merawikannya tanpa menyebutkan kepalsuan tersebut. Atau Siti Aisyah r.a. dalam riwayat tidak menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi telah menyebarkan tipu muslihat ini karena masyarakat sudah mengetahui kepalsuan ini sehingga para perawi belakangan pun meriwayatkannya demikian karena mereka tidak mengetahui siasat dan tipu daya orang-orang Yahudi.

Ketiga, dalam bahasa Arab kadang-kadang ism ‘amal digunakan untuk menyatakan usaha seputar hal yang dimaksud. Dalam Al-Quran terdapat banyak contoh mengenai hal itu. Diantaranya Al-Quran menyebut usaha-usaha para musuh untuk membunuh para nabi mereka sebagai ‘al-qotl’ (pembunuhan) padahal mereka tidak mampu membunuh nabi. Usaha-usaha mereka untuk membunuh para nabi itu telah disifatkan oleh Al-Quran sebagai membunuh (al-qotl).

Tidak diragukan bahwa orang-orang Yahudi telah mengerahkan segenap sihir mereka akan tetapi mereka tidak mampu menyihir Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallam hal itu seperti orang-orang yahudi berusaha membunuh nabi-nabi akan tetapi mereka gagal dan tidak berhasil membunuh para nabi itu sebagaimana telah ditemukan dalam riwayat Ibnu Sa’ad dalam Thobaqootnya yang telah kami utarakan sebelumnya yakni orang Yahudi berkata: “Wahai Abu al-A’sham, engkau penyihir terbaik dari kami, kami telah menyihir Muhammad. Beberapa laki-laki dan perempuan kami telah menyihirnya akan tetapi kami tidak bisa berbuat apa-apa.” Ini keterangan yang jelas bahwa mereka telah berusaha menyihir Nabi s.a.w. akan tetapi mereka tidak berhasil. Allah Ta’ala melindungi beliau dari kejahatan-kejahatan mereka dan telah menggagalkan segenap usaha mereka segagal-gagalnya. Firman-Nya:

‘…wa laa yuflihus saahiru haitsu ataa’

“…seorang penyihir tidak akan sukses dimana saja ia berada.” (Thoha: 80)

Sampai disini mungkin ada yang bertanya: bagaimana ijma’ para mufassirin bahwa kejadian ini merupakan penyebab turunnya al-mu’awwidzatain (Surah al-Falaq dan Surah An-Naas)??

Jawab: ini murni pendapat para mufassirin sendiri dimana mereka memandangnya sebagai sebab turunnya dua surah itu. Akan tetapi Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyatakan bahwa kedua surah itu diajarkan untuk berlindung dari sihir.

Sebenarnya kedua surah itu berisi tentang kemajuan besar untuk Islam dan Islam menjadi agama seluruh alam. Hal ini sejalan dengan isi kedua surah itu yang mengandung pelajaran mendasar yakni amalan yang akan menjamin kesinambungan kemajuan tersebut dan melindunginya dari hasad dan tipu daya serta propaganda para musuh. Jadi, menghubungkan kedua ayat itu dengan kisah sihir ini sungguh menentang kebesaran Al-Quran. Kemudian, sesungguhnya penempatan kedua surah itu di bagian akhir Al-Qur’an – selain ia harus menjaga keberkatan dan keafdholannya – mengandung isyarat bahwa bangsa-bangsa ini akan menjadi sekutu dajjal di akhir zaman yang akan membuat propaganda untuk menentang Islam dengan tipu muslihat dahsyat yang dimilikinya. Dan satu-satunya senjata yang diberikan Al-Qur’an kepada kita yaitu doa yang telah dinasehatkan Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam kepada kita yuntuk dipakai melawan tipu daya dajjal dan sekutunya. Inilah dua surah yang didalamnya mengandung obat ini.

Kebenaran Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallam

Adalah hal yang alami kalau Nabi tidak mengetahui propaganda dan desas-desus Yahudi. Akan tetapi Tuhannya Maha Mengetahui Maha Mewaspadai mengetahui dengan benar sehingga Dia memberitahukan kepada beliau s.a.w. tentang seluk-beluknya. Sesungguhnya pemberitahuan Allah tentang seluk-beluk dajjal ini kepada beliau merupakan dalil yang qoth’i bahwa beliau adalah Rasul yang benar-benar berasal dari Allah Ta’ala. Hadhrat Mushlih Mau’ud, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. mengatakan:

‘Sesungguhnya riwayat yang berasal dari Siti Aisyah ini hanya berarti bahwa Allah Ta’ala telah memberitahukan kepada Nabi melalui malaikat bahwa orang-orang Yahudi mengklaim telah menyihir beliau dan sama sekali tidak berarti bahwa sihir telah mempengaruhi Nabi ketika nabi mengubur perkakas-perkakas sihir dan santet ini setelah dikeluarkan dari sumur, orang-orang Yahudi menyatakan bahwa orang-orang yang melakukan sihir telah gagal.

Sesungguhnya riwayat ini telah membuka kedok dendam orang-orang Yahudi yang disembunyikan di hadapan Nabi. Dengan demikian jelaslah bahwa Nabi adalah Rasul Allah. Hal disebabkan Allah Ta’ala telah memberitahu beliau tentang semua hal yang akan dilakukan oleh orang Yahudi untuk menentang beliau. Sesungguhnya pengetahuan beliau tentang hal-hal ghaib dan gagalnya orang Yahudi untuk mencapai cita-cita mereka adalah dua dalil kuat yang menjelaskan bahw beliau adalah seorang Rasul yang benar.’[12]

Penjelasan Imam Mahdi ‘alaihissalam

Sesungguhnya Hakim Adil yang dibangkitkan di zaman akhir ini telah mengemukakan satu keputusan yang jelas tentang perkara sihir ini. Suatu kali Hadhrat Imam Mahdi ‘alaihissalam ditanya: “Diceritakan bahwa orang-orang kafir telah menyihir Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallam apa pendapat tuan mengenai hal ini?” beliau menjawab: “Sesungguhnya sihir termasuk perbuatan setan. Kemuliaan para rasul dan nabi lebih tinggi dari orang yang memuliakan sihir. Bahkan sesungguhnya sihir itu dipakai untuk melenyapkan kehormatan mereka secara nyata dimanapun mereka berada. Sebagaimana Allah berfirman: “Penyihir tidak akan berhasil dimanapun ia berada.”

Lihatlah para tukang sihir yang dihadapi Musa ‘alaihissalam! Bukankah akhirnya dimenangkan oleh Musa ‘alaihissalam? Dan merupakan kesalahan fatal mengatakan ahwa tukang-tukang sihir telah mempengaruhi Nabi s.a.w. Kami tidak akan pernah terima ini untuk selama-lamanya sebagaimana kami tidak menerima semua cerita yang terdapat dalam Bukhari dan Muslim secara membuta karena ini adalah masalah yang bertentangan dengan jalan kami. Selain itu, akal yang merupakan metode lain tidak bisa menerima bahwa para tukang sihir telah mempengaruhi sosok seperti Nabi Agung yang penuh dengan kemuliaan ini shollolloohu ‘alaihi wa sallam.

Adapun perkataan bahwa akal Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam – na’udzu billaah – mengalami kelemahan dibwah pengaruh sihir dan terjadinya ini-itu semuanya tidak bisa dibenarkan bagaimanapun caranya. Jelas, orang kotor telah merekayasa perkataan-perkataan itu. Sesungguhnya kami memandang hadis-hadis dengan penuh penghormatan. Akan tetapi bagaimana mungkin kami mengambil manfaat dari hadits yang menentang kemuliaan Al-Qur’an dan mencela kemuliaan Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallam. Perkataan sesungguhnya tukang sihir telah mempengaruhi Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallam – na’udzu billaah – adalah perkataan yang menyia-nyiakan iman seseorang. Allah berfirman:

‘…idz yaquuluzh-zhoolimuuna in tattabi’uuna illa rojulam mashuuro’

“Ingatlah ketika orang-orang zhalim berkata: “tidaklah kalian ikuti melainkan seorang laki-laki kena sihir.” (Surah al-Isro: 48)

Jadi, orang-orang yang menyampaikan perkataan-perkataan seperti ini adalah orang-orang zalim dan melampaui batas terhadap kemuliaan Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallam. Sungguh mereka tidak berpikir seandainya keadaan Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallam saja seperti ini maka apa yang akan terjadi pada umat beliau? Sesungguhnya umat beliau akan tenggelam lagi tidak berdaya. Saya tidak tahu apa sebenarnya yang membolehkan orang-orang ini mengatakan kalimat-kalimat ini terhadap Nabi Ma’shuum yang digelari oleh para nabi ‘alaihimushsholaatu wassalaam sebagai ‘Insan yang terbebas dari sentuhan setan’.[13]

Nah, hakikat masalah tersebut telah terbuka. Keterangan jelas telah dibukakan pada zaman kita ini ketika seorang penentang datang dengan perbuatan yang sama yakni menentang Hadharat Ahmad ‘alaihissalam. Diceritakan, ada seorang Hindu fanatik yang berasal dari penduduk Gujarat. Satu kali ia datang ke Qadian. Ia adalah seorang yang sangat sakti dan mahir dalam menyihir. Ia ingin melepaskan sihirnya kepada Hadhrat Imam Mahdi ‘alaihissalam supaya beliau memperlihatkan beberapa perbuatan yang aneh-eneh lalau ia membuat beliau sebgai bahan tertawaan di tengah orang-orang dan supaya orang-orang memperolok-olok beliau. Ia (si penyihir) masuk ke Masjid Mubarak di Qadian. Saat itu Hadhrat Ahmad sedang menyampaikan khutbah kepada para pengikut beliau. Tukang sihir yang mahir itu memfokuskan sihirnya kepada beliau. Akan tetapi tak lama kemudian ia berlari sambil berteriak. Samapai-sampai ia tidak bisa untuk mengambil sepatunya. Ketika seorang Hindu dari Qadian yang menyuruhnya untuk melakukan pekerjaan kotor itu bertanya kepadanya: “Apa yang terjadi padamu?” Ia berkata: “Ketika saya telah fokus kepada Tuan Mirza, saya melihat seekor singa ganas seakan-akan ia maju menyerang saya maka saya melarikandiri dari masjid sambil berteriak karena takut singa itu.”[14]

Kalau Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ‘alaihissalam sebagai khodim/pelayan Rasulullah shollolloohu ‘alaihi wa sallam saja keadaannya sudah demikian, maka bagaimana mungkin kami menerima bahwa majikan beliau dan pemimpin kami Hadhrat Muhammad shollolloohu ‘alaihi wa sallam bisa termakan oleh sihir si Yahudi yang jahat itu. Berdasarkan keterangan dan bukti-bukti nyata tersebut kita dapat menyimpulkan atau memutuskan secara yakin dan tanpa ragu-ragu bahwa cerita tentang terjadinya pengaruh sihir terhadap wujud pemimpin kami Muhammad adalah mengada-ada dan tidak berdasar.

Alloohumma sholli ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali muhammadin wa baarik wa sallim. Innaka hamiidum majiid.

[1] Ath-Thobaqoot al-Kubro oleh Ibnu Sa’ad jilid II hl. 196 – 199, terbitan Daarun Shaadir, Beirut, 1957 dan Shahihul Bukhori, Kitab ath-Thibb, bab sihr, nomor hadits 5763

[2] Za’dul Ma’ad, Syarah ‘Allaamah Az-Zurqoni atas ‘Al-Mawaahibul Laduniyah’ oleh Al-Qastholani dan bagian pinggirnya Za’dul Ma’aad oleh Ibnu al-Qoyyim Juz V hal 386, Daarul Ma’rifah, Beirut, 1993

[3] Syarah Imam Muhammad ibnu Abdul Baaqi Az-Zurqoni terhadap Al-Mawaahibul Laduniyyah Juz VII hal. 104, terbitan Al-Azhaariyyah AL-Mishriyyah, cetakan pertama, 1327 Hijriah.

[4] Shahih Muslim

[5] ‘Umdatul Qoori, syarah Shahih al-Bukhori oleh ‘Allaamah Badruddin al-Aini kitab Ath-Thobb bab sihir, Daarul Fikri, Beirut

[6] Ath-Thobaqoot al-Kubro karya Ibnu Sa’ad Juz Ii hal 197 Daarush-Shaadir, Beirut, 1957 M.

[7] Fathul Baari, syarah atau komentar Shahih al-Bukhori oleh ‘Allaamah Ibnu Hajar al-‘Asqolaani jilid X hal. 177, Daaru Nasyril Kutub al-Islamiyah Lahore, Pakistan, 1981

[8] ‘Umdatul Qoori, syarah Shahih al-Bukhori oleh ‘Allaamah Badruddin al-Aini kitab Ath-Thobb bab sihir jilid XXI hal. 126, Muassasah ar-Risalah, Beirut, 1979

[9] Kanzul ‘Ummal oleh ‘Alaa-uddin Al-Hindi juz X halaman 126, Muassasah ar-Risalah, Beirut, 1979 M

[10] Shahih Muslim, kitab al-Janaaiz, Bab al-Mayyit yu’adzdzabu bi bakaa-i ahlihi ‘alaihi, nomor hadits 2153

[11] Haqooiqul Furqoon oleh Maulana Nuruddin r.a. jilid IV hal. 571, Tafsir Surah al-Falaaq.

[12] At-tafsir al-Kabiir oleh Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad Juz X, halaman 541-542 tafsir surah al-‘Alaq.

[13] Tafsiir al-Qur’an al-Kariim oleh Hadhrat Ahmad ‘alaihissalam surah Thohaa tentang ayat ‘Laa yuflihussaahiru haitsu ataa’

[14] Siiratul Mahdi oleh Hadhrat Mirza Bashir Ahmad rodhiyalloohu ‘anhu jilid I nomor riwayat 75


sumber : dildaar80

Selasa, 30 Maret 2010

menampilkan tabel list poker pada zencafe 2.0

masuk terminal
ketikan su
masukan pasword root
ketikan mcedit /etc/X11/xorg.conf
cari "screen"
ubah deepscreen menjadi 16
kemudian save
keluar dari terminal
restart komputer
selamat mencoba!!

zencafe

cara setting printer ip 1980 zencafe 2.0

http://www.zencafe.web.id/driver-printer-canon-keluarga-seri-ip1800-dan-ip1900/

Senin, 22 Maret 2010

Sejarah Nabi Muhammad SAW

Lagi-lagi sebuah sejarah dilupakan, seakan-akan mereka tidak pernah tahu atau mungkin tidak mau tahu, ini adalah sejarah yang tak boleh dilupakan, karena inilah sebab awal penciptaan dan akhir penciptaan, ia bermula 14 abad yang lalu di sebuah kota kecil, sebuah kota yang panas dan tandus yang dipenuhi dengan penyembahan terhadap kayu-kayu dan batu-batu yang tak dapat berbuat apa-apa dan juga disana terdapat sebuah kotak hitam yang dikelilingi oleh “berhala-berhala” yang sekarang telah berubah wujud tapi memiliki wujud “berhala” yang sama. Sungguh tak terpikirkan betapa bodoh manusia zaman itu, ialah sebuah jazirah yang disebut jazirah Arabia, perbuatan buruk dan haram, perampokan, pembunuhan bayi,minum-minuman keras, yang memusnahkan segala kebajikan dan moral menempatkan masyarakat jazirah Arabia ini dalam situasi kemerosotan yang luar biasa. Mereka terpecah-pecah menjadi kabilah-kabilah (bani/kaum).



I. Kelahiran Sang Nabi



Pada saat yang sangat kritis ini muncullah sebuah bintang pada malam yang gelap gulita, sinarnya semakin terang membuat malam menjadi terang benderang, ia bukan bintang yang biasa, tapi bintang yang sangat luar biasa, bahkan matahari di siang haripun malu menampakkan sinarnya karena bintang ini adalah maha bintang yang terlahirkan ke muka bumi, ialah cahaya dalam kegelapan, ia adalah cahaya di dalam dada, ia dikenal dengan Nama Muhammad, menurut sejarawan bintang ini tepat terlahir tanggal 17 Rabi’ul Awwal (12 Rabi’ul awwal menurut mazhab sunni) 570 M, bintang ini tak pernah padam walaupun 14 abad setelah ketiadaannya, bahkan ia semakin terang dan semakin terang, dari bintang ini terlahir 13 bintang yang lain, yang selalu menjadi hujjah bagi bintang-bintang yang sulit bersinar lainnya di setiap zamannya. Ia memiliki silsilah yang berhubungan langsung dengan jawara Tauhid melalui anaknya Ismail AS, yang dilahirkan melalui rahim-rahim suci dan terpelihara dari perbuatan-perbuatan mensekutukan Tuhan. Ia begitu suci sehingga Tuhan memerintahkan kepada Para Malaikat dan Jin untuk bersujud kepada Adam, karena cahayanya dibawa oleh Adam AS untuk disampaikan kepada maksud, ia adalah rencana Tuhan yang teramat besar yang langit dan bumi pun tak kan sanggup memikulnya.

Peristiwa kelahiran sang bintang dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang luarbiasa, dimulai dengan peristiwa padamnya api “abadi” di kerajaan Persia, hancurnya sesembahan batu di sana, dan penyerangan pasukan bergajah untuk menghancurkan Ka’bah, yang di kemudian hari menjadi kiblat baginya dan ummatnya sampai akhir zaman, namun tentara yang besar ini dihancurkan oleh burung-burung yang dikirimkan oleh Sang Pemilik kiblat (Ka’bah), karenanya tahun ini dinamakan tahun Gajah. Sudah menjadi tradisi kelahiran manusia luar biasa harus juga didahului peristiwa yang luar biasa. Muhammad namanya, ayahnya bernama Abdullah, Ibundanya Aminah, kedua orang tuanya berasal dari silsilah yang mulia yang merupakan keturunan Jawara Tauhid (Ibrahim AS). Abdullah lahir kedunia hanya untuk membawa nur Muhammad dan “meletakkannya” ke dalam rahim Aminah, Sang isteri saat itu mengandung (2 bulan) bayi yang kelak menjadi manusia besar. Setelah lama kepergian sang suami, sang isteri merasakan kesepian yang amat dalam, walaupun suaminya selalu berkirim surat. Namun pada saat lain surat tidak lagi ia terima, begitu riang hatinya ternyata ia melihat rombongan dagang suaminya telah pulang, tapi Ia amat terkejut karena tak dilihatnya suaminya, datanglah seseorang dari rombongan tersebut yang menyampaikan berita kepada Aminah, mulutnya begitu berat untuk mengucapkan kata – kata ini kepada wanita ini, ia tidak sanggup mengutarakannya, namun akhirnya terucap juga bahwa sang suami telah berpulang ke hadirat Allah Swt dan dimakamkan di abwa.

Begitu goncang hatinnya mendengarkan hal ini, tak sanggup menahan tangisnya, ia menangis menahan sedih dan tak makan beberapa hari, namun ia bermimpi, dalam mimpinya seorang wanita datang dan berkata kepadanya agar ia menjaga bayi dalam janinnya dengan baik – baik. Ia berulang kali bermimpi bertemu dengan wanita tersebut yang ternyata adalah Maryam binti Imran (Ibu Isa as). Dalam mimpinya sang wanita mulia ini berkata : “Kelak bayi yang ada didalam rahimmu akan menjadi manusia paling mulia sejagat raya, maka jagalah ia baik – baik hingga kelahirannya.

Saat ayahanda Muhammad yang mulia ini Wafat dalam usia 20 tahun (riwayat lain – 17 tahun), sang bintang kita ini sedang berada dalam kandungan ibunya, beberapa tahun kemudian Bunda Sang bintang menyusul suaminya dan dimakamkan di Abwa juga. Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman dan diasuh oleh kakeknya, belum lagi hilang duka setelah ditinggal Sang Bunda, ia pun harus kehilangan kakeknya ketika umurnya belum lagi menginjak delapan tahun. Setelah kepergian sang kakek, sang bintang (Muhammad) diasuh oleh pamannya, Abu Tholib, seorang putra Abdul Mutholib yang pertama menyatakan keimanannya kepada kemenakannya sendiri (Muhammad). Pemandu ilahi selalu saja dipilihkan oleh Ilahi untuk memiliki profesi sebagai seorang gembala, melalui profesi ini beliau mengarungi beberapa waktu kehidupannya untuk menjadi “gembala” domba yang lebih besar, inilah pilihan Ilahi yang memilihkan baginya sebuah jalan dimana hal ini penting bagi orang yang akan berjuang melawan orang-orang hina yang berpikiran sampai menyembah aneka batu dan pohon, ilahi menjadikannya kuat sehingga tidak menyerah kepada apapun kecuali keputusan-Nya. Ada penulis sirah yang mengutip kalimat Nabi berikut ini, “ Semua Nabi pernah menjadi gembala sebelum beroleh jabatan kerasulan.” Orang bertanya kepada Nabi,” Apakah Anda juga pernah menjadi gembala?” Beliau menjawab,” Ya. Selama beberapa waktu saya menggembalakan domba orang Mekah di daerah Qararit.”

Sang bintang terlahir bukan dari kalangan orang yang teramat kaya, belum lagi ia dilahirkan sebagai seorang yatim, dan telah kehilangan Ayah, Ibu di masa kecil sebagai tempat bernaung, apa yang dapat dikatakan oleh anak kecil yang telah kehilangan kedua orang tuanya sedangkan dia sendiri masih membutuhkan naungan kedua orang tua dan kasih sayang mereka. Mari kita masuk ke jazirah Arabia lebih jauh lagi, kita dapat melihat bahwa kondisi keuangan Muhammad terbilang cukup sulit. Muhammad terkenal dengan kemuliaan rohaninya, keluhuran budi, keunggulan ahklaq dan dirinya dikenal di masyarakat sebagai “orang jujur” (al-Amin), ia menjadi salah seorang kafilah dagang Khodijah yang terpercaya dan Khodijah memberikan dua kali lipat dibandingkan yang diberikannya kepada orang lain. Kafilah Quraisy, termasuk barang dagangan Khodijah, siap bertolak, kafilah tiba di tempat tujuan. Seluruh anggotanya mengeruk laba. Namun, laba yang diperoleh Nabi lebih banyak ketimbang lain. Kafilah kembali ke Makkah. Dalam perjalanan, Sang bintang melewati negeri ‘Ad dan Tsamud. Keheningan kematian yang menimpa kaum pembangkang itu mengundang perhatian sang bintang.

Kafilah mendekati Mekah, Maisarah, berkata kepada sang Bintang, “Alangkah baiknya jika Anda memasuki Mekah mendahului kami dan mengabarkan kepada Khodijah tentang perdagangan dan keuntungan besar yang kita dapatkan.” Nabi tiba di Mekah ketika Khodijah sedang duduk di kamar atasnya. Ia berlari turun dan mengajak Nabi ke ruangannya. Nabi menyampaikan, dengan menyenangkan, hal-hal menyangkut barang dagangan. Maisarah menceritakan tentang Kebesaran jiwa Al-Amin selama perjalanan dan perdagangan. Maisarah menceritakan “Di Busra, Al-Amin duduk di bawah pohon untuk istirahat. Seorang pendeta, yang sedang duduk di biaranya, kebetulan melihatnya. Ia datang seraya menanyakan namanya kepada saya, kemudian ia berkata, ‘Orang yang duduk di bawah naungan pohon itu adalah nabi, yang tentangnya telah saya baca banyak kabar gembira di dalam Taurat dan Injil.

Kemudian Khodijah menceritakan apa yang didengarnya dari Maisarah kepada Waraqah bin Naufal, si hanif dari Arabia. Waraqah mengatakan, “Orang yang memiliki sifat-sifat itu adalah nabi berbangsa Arab.



II. Pernikahan



Kebanyakan sejarawan percaya bahwa yang menyampaikan lamaran Khadijah kepada Nabi ialah Nafsiah binti ‘Aliyah sebagai berikut:

“Wahai Muhammad! Katakan terus terang, apa sesungguhnya yang menjadi penghalang bagimu untuk memasuki kehidupan rumah tangga? Kukira usiamu sudah cukup dewasa!” Apakah anda akan menyambut dengan senang hati jika saya mengundang Anda kepada kecantikan, kekayaan, keanggunan, dan kehormatan ?” Nabi menjawab,”Apa maksud Anda?” Ia lalu menyebut Khodijah. Nabi lalu berkata,” Apakah Khodijah siap untuk itu, padahal dunia saya dan dunianya jauh berbeda?” Nafsiah berujar “Saya mendapat kepercayaan dari dia, dan akan membuat dia setuju. Anda perlu menetapkan tanggal perkawinan agar walinya (‘Amar bin Asad) dapat mendampingi Anda beserta handai tolan Anda, dan upacara perkawinan dan perayaan dapat diselenggarakan".

Kemudian Muhammad membicarakan hal ini kepada pamannya yang mulia, Abu Tholib. Pesta yang agung pun diselenggarakan, sang paman yang mulia ini menyampaikan pidato, mengaitkannya dengan puji syukur kepada Tuhan. Tentang keponakannya, ia berkata demikian, “Keponakan saya Muhammad bin ‘Abdullah lebih utama daripada siapapun di kalangan Quraisy. Kendati tidak berharta, kekayaan adalah bayangan yang berlalu, tetapi asal usul dan silsilah adalah permanen".

Waraqah, paman Khodijah, tampil dan mengatakan sambutannya, “Tak ada orang Quraisy yang membantah kelebihan Anda. Kami sangat ingin memegang tali kebangsawanan Anda.” Upacara pun dilaksanakan. Mahar ditetapkan empat puluh dinar-ada yang mengatakan dua puluh ekor unta.

Sang bintang sekarang mulai dewasa, ia mempunyai seorang istri yang begitu lengkap kemuliaannya, dari perkawinan ini Khodijah melahirkan enam orang anak, dua putra, Qasim, dan Abdulah, yang dipanggil At-Thayyib, dan At-Thahir. Tiga orang putrinya masing-masing Ruqayyah, Zainab, Ummu Kaltsum, dan Fatimah. Kedua anak laki-lakinya meninggal sebelum Muhammad diutus menjadi Rosul.

Ketika umur sang bintang mulai menginjak 35 tahun, banjir dahsyat mengalir dari gunung ke Ka’bah. Akibatnya, tak satu pun rumah di Makah selamat dari kerusakan. Dinding ka’bah mengalami kerusakan. Orang Quraisy memutuskan untuk membangun Ka’bah tapi takut membongkarnya. Walid bin Mughirah, orang pertama yang mengambil linggis, meruntuhkan dua pilar tempat suci tersebut. Ia merasa takut dan gugup. Orang Mekah menanti jatuhnya sesuatu, tapi ketika ternyata Walid tidak menjadi sasaran kemarahan berhala, mereka pun yakin bahwa tindakannya telah mendapatkan persetujuan Dewa. Mereka semua lalu ikut bergabung meruntuhkan bangunan itu. Pada saat pembangunan kembali ka’bah, diberitahukan pada semua pihak sebagai berikut, “Dalam pembangunan kembali Ka’bah, yang dinafkahkan hanyalah kekayaan yang diperoleh secara halal. Uang yang diperoleh lewat cara-cara haram atau melalui suap dan pemerasan, tak boleh dibelanjakan untuk tujuan ini.” Terlihat bahwa ini adalah ajaran para Nabi, dan mereka mengetahui tentang kekayaan yang diperoleh secara tidak halal, tetapi kenapa mereka masih melakukan hal demikian, inipun terjadi di zaman ini, di Indonesia, rakyat ataupun pemerintahnya mengetahui tentang halal dan haramnya suatu harta kekayaan atau pun perbuatan yang salah dan benar, tapi mereka masih saja melakukan perbuatan itu walaupun tahu itu adalah salah.

Mari kita kembali lagi menuju Mekah, ketika dinding ka’bah telah dibangun dalam batas ketinggian tertentu, tiba saatnya untuk pemasangan Hajar Aswad pada tempatnya. Pada tahap ini, muncul perselisihan di kalangan pemimpin suku. Masing-masing suku merasa bahwa tidak ada suku yang lain yang pantas melakukan perbuatan yang mulia ini kecuali sukunya sendiri. Karena hal ini, maka pekerjaan konstruksi tertunda lima hari. Masalah mencapai tahap kritis, akhirnya seorang tua yang disegani di antara Quraisy, Abu Umayyah bin Mughirah Makhzumi, mengumpulkan para pemimpin Quraisy seraya berkata,”Terimalah sebagai wasit orang pertama yang masuk melalui Pintu Shafa.” (buku lain mencatat Bab as-salam). Semua menyetujui gagasan ini. Tiba-tiba Muhammad muncul dari pintu. Serempak mereka berseru, “Itu Muhammad, al-Amin. Kita setuju ia menjadi wasit!”

Untuk menyelesaikan pertikaian itu, Nabi meminta mereka menyediakan selembar kain. Beliau meletakkan Hajar Aswad di atas kain itu dengan tangannya sendiri, kemudian meminta tiap orang dari empat sesepuh Mekah memegang setiap sudut kain itu. Ketika Hajar Aswad sudah diangkat ke dekat pilar, Nabi meletakkannya pada tempatnya dengan tangannya sendiri. Dengan cara ini, beliau berhasil mengakhiri pertikaian Quraisy yang hampir pecah menjadi peristiwa berdarah.

Tuhan, Sang Maha Konsep sudah membuat konsep tentang semua ini, tanda-tanda seorang bintang telah banyak ia tampakkan pada diri Muhammad, dari batinnya yang mulia sampai pada bentuk lahirnya yang indah. Kesabaran yang diabadikan di dalam Kitab suci menjadi bukti yang tak terbantahkan, bahwa ia adalah manusia sempurna, dalam wujud lahiriah (penampakan), maupun batinnya. Tidak setitik cela apalagi kesalahan selama hidupnya, Sang Maha Konsep benar-benar telah mengonsepnya menjadi manusia ‘ilahi’. Al-Amin telah dikenal oleh masyarakat Mekah, sebagai manusia mulia, sebagai manifestasi wujud kejujuran mutlak. Sebelum pengutusannya menjadi Rosul, Muhammad selalu mengamati tanda kekuasaan Tuhan, dan mengkajinya secara mendalam, terutama mengamati keindahan, kekuasaan, dan ciptaan Allah dalam segala wujud. Beliau selalu melakukan telaah mendalam terhadap langit, bumi dan isinya. Beliau selalu mengamati masyarakatnya yang rusak, dan hancur, beliau mempunyai tugas untuk menghancurkan segala bentuk pemberhalaan. Apalah kiranya yang membuat masyarakatnya seperti ini, ia mengembalikan semua ini kepada Tuhan, yang menurutnya tak mungkin sama dengan manusia.

Gunung Hira, puncaknya dapat dicapai kurang lebih setengah jam, gua ini adalah saksi atas peristiwa menyangkut “sahabat karib”-nya (Muhammad), gua ini menjadi saksi bisu tentang wahyu, dan seakan-akan ia ingin berkata,” disinilah dulu anak Hasyim itu tinggal, yang selalu kalian sebut-sebut, disinilah ia diangkat menjadi Rosul, disinilah Al-Furqon pertama kali dibacakan, wahai manusia, bukankah aku telah mengatakannya, kalianlah (manusia) yang tak mau menengarkannya, kalian menutup telinga kalian rapat-rapat, dan menertawakanku, sedangkan sebagian dari kalian hanya menjadikan aku sebagai museum sejarah.“kata saksi bisu.



III. Diangkat Menjadi Rasul



Hira, tempat diturunkannya kalimat Tuhan Yang Maha Sakti, kalimat yang membuat iblis berputus asa untuk menyesatkan manusia, kalimat yang dengannya alam semesta berguncang. Al-Qur’an, susunan kalimatnya yang mengandung makna yang banyak telah membuat tercengang manusia-manusia manapun di jagat raya, yang mengakui kebenarannya, akan mengikutinya, sedangkan yang tidak mengakuinya harus tunduk atas kebenarannya, dan bagi mereka yang menolak, dengan cara apapun akan sia-sia, dan celaka. Jibril (Ruh Al-Qudus) diutus Tuhan semesta Alam, Sang Pemilik Konsep, untuk menyampaikan kalimat-Nya secara berangsur-angsur kepada Al-amin yang berada di Gunung Hira’. Al-Amin telah mempersiapkan dirinya selama empat puluh tahun untuk memikul tugas yang maha berat ini, Jibril datang kepadanya dengan membawa beberapa kalimat dari Tuhannya. Ialah kalimat pertama yang dikemukakan dalam Al-qur’an sebagai berikut

“Bacalah dengan [ menyebut] nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajari [manusia] dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Ayat ini dengan tegas menyatakan tentang program Nabi, dan menyatakan dalam istilah-istilah jelas bahwa fondasi agamanya diberikan dengan pengkajian, pengetahuan, kebijaksanaan, dan penggunaan pena.

Muhammad, pembawa berita bahagia, ancaman, dan perintah merupakan manusia teladan sepanjang masa, ia adalah manusia dalam wujud Ilahiah, utusan Tuhan yang kepadanya ummat manusia memohonkan syafa’at. Tidak satupun mahkluq yang mencapai kesempurnaan yang dicapai Muhammad, sejak kecil ia telah memperlihatkan ketulusan, kejujuran, manusia yang seumur hidupnya tidak pernah berbohong, yang tidak pernah menghianati janji, dan sayang kepada yang miskin.

Malaikat Jibril menyelesaikan tugasnya menyampaikan wahyu itu, dan Muhammad pun turun dari Gua Hira menuju rumah “Khodijah”. Jiwa agung Nabi disinari cahaya wahyu. Beliau merekam di hatinya apa yang didengarnya dari malaikat Jibril. Setelah kejadian ini, Jibril menyapanya,”Wahai Muhammad! Engkau Rosul Allah dan aku Jibril”. Muhammad menerima kalimat Tuhannya secara bertahap, secara berangsur-angsur, fakta sejarah mengakui bahwa di antara wanita, Khodijah adalah wanita yang pertama memeluk Islam, dan pria pertama yang memeluk Islam adalah ‘Ali.

Muhammad mengadakan perjamuan makan dengan kerabatnya, selesai makan, beliau berpaling kepada para sesepuh keluarganya dan memulai pembicaraan dengan memuji Allah dan memaklumkan keesaan-Nya. Lalu beliau berkata,” Sesungguhnya, pemandu suatu kaum tak pernah berdusta kepada kaumnya. Saya bersumpah demi Allah yang tak ada sekutu bagi-Nya bahwa saya diutus oleh Dia sebagai Rosul-Nya, khususnya kepada Anda sekalian dan umumnya kepada seluruh penghuni dunia. Wahai kerabat saya! Anda sekalian akan mati. Sesudah itu, seperti Anda tidur, Anda akan dihidupkan kembali dan akan menerima pahala menurut amal Anda. Imbalannya adalah surga Allah yang abadi (bagi orang lurus) dan neraka-Nya yang kekal(bagi orang yang berbuat jahat). “Lalu beliau menambahkan, “Tak ada manusia yang pernah membawa kebaikan untuk kaumnya ketimbang apa yang saya bawakan untuk Anda. Saya membawakan kepada Anda rahmat dunia maupun Akhirat. Tuhan saya memerintahkan kepada saya untuk mengajak Anda kepada-Nya. Siapakah diantara Anda sekalian yang akan menjadi pendukung saya sehingga ia akan menjadi saudara, washi (penerima wasiat), dan khalifah (pengganti) saya?”.

Ketika pidato Nabi mencapai poin ini, kebisuan total melanda pertemuan itu. ‘Ali, remaja berusia lima belas tahun, memecahkan kebisuan itu. Ia bangkit seraya berkata dengan mantap,” Wahai Nabi Allah, saya siap mendukung Anda.” Nabi menyuruhnya duduk. Nabi mengulang tiga kali ucapannya, tapi tak ada yang menyambut kecuali ‘Ali yang terus melontarkan jawaban yang sama. Beliau lalu berpaling kepada kerabatnya seraya berkata,” Pemuda ini adalah saudara, washi, dan khalifah saya diantara kalian. Dengarkanlah kata-katanya dan ikuti dia".

Pemakluman khilafah (imamah) ‘Ali di hari-hari awal kenabian Muhammad memperlihatkan bahwa dua kedudukan ini berkaitan satu sama lain. Ketika Rosulullah diperkenalkan kepada masyarakat, khalifahnya juga ditunjuk dan diperkenalkan pada hari itu juga. Ini dengan sendirinya menunjukkan bahwa kenabian dan imamah merupakan dua hal yang tak terpisahkan.

Peristiwa diatas membuktikan heroisme spiritual dan kebenaran ‘Ali. Karena, dalam pertemuan di mana orang-orang tua dan berpengalaman tenggelam dalam keraguan dan keheranan, ia menyatakan dukungan dan pengabdian dengan keberanian sempurna dan mengungkapkan permusuhannya terhadap musuh Nabi tanpa menempuh jalan politisi yang mengangkat diri sendiri. Kendati waktu itu ia yang termuda diantara yang hadir, pergaulannya yang lama dengan Nabi telah menyiapkan pikirannya untuk menerima kenyataan, sementara para sesepuh bangsa ragu-ragu untuk menerimanya.

Setelah berdakwah kepada kaum kerabatnya, Nabi berdakwah terang-terangan kepada kaum Quraisy. Muhammad, berbekal kesabaran, keyakinan, kegigihan, dan keuletan dalam berdakwah terus-menerus dan tidak menghiraukan orang-orang musrik yang terus menghardik dan mengejeknya. Banyak yang cara yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan Muhammad, suatu saat Abu Tholib sedang duduk bersama keponakannya. Juru bicara rombongan yang mendatangi rumah Abu Tholib membuka pembicaraan dengan berkata,” Wahai Abu Tholib! Muhammad mencerai-beraikan barisan kita dan menciptakan perselisihan diantara kita. Ia merendahkan kita dan mencemooh kita dan berhala kita. Jika ia melakukan itu karena kemiskinan dan kepapaannya, kami siap menyerahkan harta berlimpah kepadanya. Jika ia menginginkan kedudukan, kami siap menerimanya sebagai penguasa kami dan kami akan mengikuti perintahnya. Bila ia sakit dan membutuhkan pengobatan, kami akan membawakan tabib ahli untuk merawatnya…”.

Abu Tholib berpaling kepada Nabi seraya berkata,“ Para sesepuh anda datang untuk meminta Anda berhenti mengkritik berhala supaya mereka pun tidak mengganggu Anda.” Nabi menjawab,” Saya tidak menginginkan apa pun dari mereka. Bertentangan dengan empat tawaran itu, mereka harus menerima satu kata dari saya, yang dengan itu mereka dapat memerintah bangsa Arab dan menjadikan bangsa Ajam sebagai pengikut mereka.” Abu Jahal bangkit sambil berkata, “ Kami siap sepuluh kali untuk mendengarnya.” Nabi menjawab,” Kalian harus mengakui keesaan Tuhan.” Kata-kata tak terduga dari Nabi ini laksana air dingin ditumpahkan ke ceret panas. Mereka demikian heran, kecewa, dan putus asa sehingga serentak mereka berkata,” Haruskah kita mengabaikan 360 Tuhan dan menyembah kepada satu Allah saja?”

Orang Quraisy meninggalkan rumah Abu Tholib dengan wajah dan mata terbakar kemarahan. Mereka terus memikirkan cara untuk mencapai tujuan mereka. Dalam ayat berikut, kejadian itu dikatakan,

“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata,’Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.’ Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka [seraya berkata], ‘Pergilah kamu dan tetaplah [menyembah] tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir ini; ini(mengesakan Allah) tidak lain kecuali dusta yang diada-adakan.”

Banyak sekali contoh penganiayaan dan penyiksaan kaum Quraisy, Tiap hari nabi menghadapi penganiayaan baru. Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Mu’ith melihat Nabi bertawaf, lalu menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi dengan serbannya dan menyeret beliau ke luar masjid. Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena takut kepada Bani Hasyim. Dan masih banyak lagi. Nabi menyadari dan prihatin terhadap kondisi kaum Muslim. Kendati beliau mendapat dukungan dan lindungan Bani Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan – pria serta beberapa orang tak terlindung. Para pemimpin Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus , para pemimpin terkemuka berbagai suku menyiksa anggota suku mereka sendiri yang memeluk Islam. Maka ketika para sahabatnya meminta nasihatnya menyangkut hijrah, Nabi menjawab, “Ke Etiopia akan lebih mantap. Penguasanya kuat dan adil, dan tak ada orang yang ditindas di sana. Tanah negeri itu baik dan bersih, dan Anda boleh tinggal di sana sampai Allah menolong Anda.

Pasukan Syirik Quraisy kehabisan akal untuk menghancurkan Muhammad, maka mereka melakukan propaganda anti Muhammad, diantaranya mereka memfitnah Nabi, Bersikeras menjuluki Nabi Gila, larangan mendengarkan Al-Qur’an, menghalangi orang masuk Islam, sehingga Allah mengabadikan perkataan orang-orang keji ini dan menunjukkan sesatnya perkataan mereka, dalam Al-Qur’an Allah berfirman

“Demikianlah, tiada seorang rosul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka selain mengatakan,’ Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila.’ Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu ? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.”

Kaum Quraisy pun gagal melakukan berbagai macam cara untuk menghalangi usaha Muhammad, dan menghalangi orang-orang untuk mengikuti agama Tuhan Yang Esa. Mereka pun melakukan Blokade ekonomi yang membuat banyak kaum muslim, terutama kaum wanita dan anak-anak kelaparan. Nabi dan para pengikutnya masuk ke Syi’ib Abu Tholib, yang diikuti pendamping hidupnya, Khodijah, dengan membawa serta Fatimah AS. Orang-orang Quraisy mengepung mereka di Syi’ib itu selama tiga tahun. Dan akhirnya tahun-tahun blokade itu pun berakhir. Dan keluarlah sang bintang bersama keluarga dan sahabatnya dari pengepungan. Allah telah menetapkan kemenangan bagi mereka, dan Khodijah pun berhasil pula keluar dari pengepungan dalam keadaan amat berat dan menderita, Beliau telah hidup dengan kehidupan yang menjadi teladan Istimewa bagi kalangan kaum wanita. Ajal Khodijah sudah dekat. Allah telah memilihnya untuk mendampingi Rosulullah Saww., dan dia telah berhasil menunaikan tugas dengan baik. Khodijah akhirnya meninggal pada tahun itu juga. Yakni, pada saat kaum Muslim keluar dari blokade orang-orang Quraisy, tahun kesepuluh sesudah Kenabian. Pada tahun yang sama, paman Rosul (Abu Tholib) meninggal dunia, yang sekaligus sebagai pelindung dakwa Muhammad. Sungguh Nabi mengalami kesedihan yang amat berat. Beliau kehilangan Khodijah, dan juga pamannya yang menjadi pelindung, dan pembelanya. Itu sebabnya, maka tahun ini dinamakan ‘Am Al-Huzn (Tahun Duka cita). Bukan hanya Rosul yang terpukul hatinya, Fatimah, yang belum kenyang mengenyam kasih sayang seorang ibu dan kelembutan belaiannya, ikut pula menanggungnya. Kedukaan menyelimuti dan menindihnya di tahun penuh kesedihan itu.Fatimah kehilangan ibundanya, berpisah dari orang yang menjadi sumber cintanya dan kasih sayangnya. Acap kali dia bertanya kepada ayahandanya,” Ayah, kemana Ibu?” Kalau sudah begini, tangisnya pecah, air matanya meleleh, dan kesedihan menerpa hatinya. Rosul merasakan betapa berat kesedihan yang ditanggung putrinya. Setelah wafatnya Abu Tholib kaum Kafir Quraisy semakin berani menganggu Muhammad, akhirnya Muhammad berhijrah ke Yastrib, peristiwa hijrahnya Nabi ke Yastrib, merupakan momen awal dari lahirnya negara Islam. Penduduk Yastrib bersedia memikul tanggung jawab bagi keselamatan Nabi. Di bulan Robi’ul Awwal tahun ini, saat hijrahnya Nabi terjadi, tak ada seorang muslim pun yang tertinggal di Mekah kecuali Nabi, ‘Ali dan Abu Bakar, dan segelintir orang yang ditahan Quraisy atau karena sakit,dan lanjut usia.

Kaum Quraisy yang berada di Mekah akhirnya membuat kesepakatan untuk membunuh Muhammad di malam hari, dan masing-masing suku mempunyai wakil, sehingga Bani Hasyim tidak dapat menuntut balas atas kematian Muhammad. Orang-orang ini memang bodoh, mereka mengira Muhammad dapat dihancurkan hanya dengan cara seperti ini, seperti urusan duniawi mereka. Jibril datang memberitahu Nabi tentang rencana kejam kaum kafir itu. Al-Qur’an merujuk pada kejadian itu dengan kata-kata,

“Dan [ingatlah] ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.

Ali berbaring melewati cobaan yang mengerikan demi keselamatan Islam menggantikan Nabi, sejak sore. Ia bukan orang tua yang lanjut usia, tapi seorang anak muda yang begitu berani mengorbankan nyawanya untuk sang Nabi, ia, yang bersama Khodijah adalah orang yang pertama-tama beriman kepada Nabi, dialah orang yang rela berkorban untuk Nabi, Ali, sekali lagi ‘Ali. Kepadanya Nabi berkata,”Tidurlah di ranjang saya malam ini dan tutupi tubuh Anda dengan selimut hijau yang biasa saya gunakan, karena musuh telah bersekongkol membunuh saya. Saya harus berhijrah ke Yastrib. ‘Ali menempati ranjang Nabi sejak sore. Ketika tiga perempat malam lewat, empat puluh orang mengepung rumah nabi dan mengintipnya melalui celah. Mereka melihat keadaan rumah seperti biasanya, dan menyangka bahwa orang yang sedang tidur di kamar itu adalah Nabi.



IV. Hijrah



Kini tiba fajar. Semangat dan gairah besar tampak di kalangan musyrik itu. Mereka begitu yakin akan segera berhasil. Dengan pedang terhunus mereka memasuki kamar Nabi, yang menimbulkan suara gaduh. Serentak ‘Ali mengangkat kepalanya dari bantal dan menyingkirkan selimutnya lalu berkata dengan sangat tenag,”Apa yang terjadi ?” Mereka menjawab,”Kami mencari Muhammad. Di mana dia?” ’Ali berkata,” Apakah anda menitipkannya kepada saya sehingga saya harus menyerahkannya kembali kepada Anda? Bagaimanapun, sekarang ia tak ada di rumah.” Muhammad telah pergi jauh di luar pengetahuan mereka.

Nabi, tiba di Quba tanggal 12 Rabi’ul Awwal, dan tinggal di rumah Ummu Kultsum ibn al-Hadam. Sejumlah Muhajirin dan Ansor sedang menunggu kedatangan Nabi. Beliau tinggal di situ sampai akhir pekan. Sebagian orang mendesak agar beliau segera berangkat ke Madinah, tetapi beliau menunggu kedatangan ‘Ali. Orang Quraisy mengetahui hijrahnya ‘Ali dan rombongannya – diantaranya ialah Fatimah, puteri Nabi, Fatimah binti ‘Asad dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul Mutholib – karena itu, mereka memburunya dan berhadap-hadapan dengan dia di daerah Zajnan. Perselisihan pun terjadi dan ‘Ali berkata “Barangsiapa menghendaki tubuhnya terpotong-potong dan darahnya tumpah, majulah! Tanda marah nampak di wajahnya. Orang-orang Quraisy yang merasa bahwa masalah telah menjadi serius, mengambil sikap damai dan berbalik pulang.” Ketika ‘Ali tiba di Quba, kakinya berdarah, dikarenakan menempuh perjalanan Makah Madinah dengan berjalan kaki. Nabi dikabari bahwa, ‘Ali telah tiba tapi tak mampu menghadap beliau. Segera nabi ke tempat ‘Ali lalu merangkulnya. Ketika melihat kaki ‘Ali membengkak, air mata Nabi menetes".

Penduduk Yastrib – yang kemudian berganti menjadi nama Madinah - menyambut kedatangan Nabi. Mereka mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini. Disinilah manifestasi sebuah negara Islam pertama kali didirikan. Muhammad menyusun kekuatannya di Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela meninggalkan tanah air dan hartanya untuk Tuhannya, islam yang muda ini menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat siap untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai dari Badar, Uhud, Khandaq, yang disetiap perang tampillah Al-Washi Muhammad yang selalu menjadi pemberi moral kepada pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy dengan Iman yang membara. Pada perang Badar ‘al-washi (‘Ali) dan Hamzah tampil menghadapi pemberani kafir Quraisy, dalam sepucuk suratnya kepada Muawiyah, ‘Ali mengingatkannya dalam kata-kata ‘Pedang saya yang saya gunakan untuk membereskan kakek anda dari pihak ibu (Utbah, ayah dari Hindun Ibu Muawiyah), paman anda dari pihak Ibu (Walid bin Uthbah) dan saudara Anda (Hanzalah) masih ada pada saya. Pada perang Uhud Nabi dan lagi-lagi Hamzah dan ‘Ali tidak pernah Absen, ‘Ali adalah pembawa panji dalam setiap peperangan. Nabi mengungkapkan nilai pukulan ‘Ali pada perang Khandaq (parit) – disebut juga dengan Ahzab – kepada ‘Amar bin ‘Abdiwad itu,” Nilai pengorbanan itu melebihi segala perbuatan baik para pengikutku, karena sebagai akibat kekalahan jagoan kafir terbesar itu kaum Muslim menjadi terhormat dan kaum kafir menjadi aib dan terhina".



V. Benteng Khaibar



Pada perang Khaibar ketika semangat kaum muslim mengendur dan merasa tidak mampu untuk menghancurkan benteng Khaibar, orang-orang menunggu dengan gelisah dan ketakutan, karena sebelumnya Abu Bakar dan Umar tidak ada yang mampu menghancurkan benteng, bahkan ‘Umar memuji keberanian pemimpin benteng, Marhab,yang luar biasa yang membuat Nabi dan para komandan Islam kecewa atas pernyataan ‘Umar ini.

Kebisuan orang-orang sedang menunggu dengan gelisah dipecahkan oleh kata-kata Nabi,” Dimanakah ‘Ali? “ Dikabarkan kepada beliau bahwa ‘Ali menderita sakit mata dan sedang beristirahat di suatu pojok. Nabi bersabda,” Panggil dia.” ‘Ali diangkut dengan unta dan diturunkan di depan kemah Nabi.” Pernyataan ini menunjukkan sakit matanya demikian serius sampai tak mampu berjalan. Nabi menggosokkan tangannya ke mata ‘Ali seraya mendoakannya. Mata ‘Ali langsung sembuh dan tak pernah sakit lagi sepanjang hidupnya. Nabi memerintahkan ‘Ali maju, menurut riwayat pintu benteng Khaibar itu terbuat dari batu, panjangnya 60 inci, dan lebarnya 30 inci. Mengutip kisah pencabutan pintu benteng Khaibar itu dari ‘Ali melalui jalur khusus,” Saya mencabut pintu Khaibar dan menggunakannya sebagai perisai. Seusai pertempuran, saya menggunakannya sebagai jembatan pada parit yang digali kaum Yahudi.” Seseorang bertanya kepadanya,” Apakah Anda merasakan beratnya?” ‘Ali menjawab,” Saya merasakannya sama berat dengan perisai saya.” Masih banyak lagi peristiwa-peristiwa lain selain peperangan untuk melawan kebejatan kaum kafir Quraisy, banyak juga peristiwa yang menggembirakan, misalnya peristiwa pernikahan al-Washi dan Fatimah, putri Nabi, perubahan kiblat dari Bait al-Maqdis ke Ka’bah di Makah. Selain serangan dari luar Kota Madinah, kaum Yahudi yang berada di dalam kota selalu mencoba melakukan rongrongan terhadap pemerintahan Islam yang masih muda ini, namun Sang Maha Konsep telah menentukan Drama yang berbeda, walaupun mereka mencoba memadamkan nur cahaya-Nya, namun Ia terus menerangi Nur Cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu benci.



VI. Fath Makkah



Tahun kedelapan Hijrah, perjanjian Hudaibiyah dikhianati oleh orang-orang Quraisy mekah, Nabi segera mengeluarkan perintah kesiagaan umum. Beliau siapkan pasukan besar yang belum pernah disaksikan kehebatannya selama ini. Ketika pasukan telah lengkap dan siap bergerak, Nabi pun menyampaikan bahwa sasarannya adalah Mekah. Pasukan bergerak laksana migrasi kawanan burung menuju arah selatan. Nabi memerintahkan kepada pasukannya yang berjumlah 10.000 orang untuk membagi diri, dan menyalakan api unggun di malam hari agar pasukan musuh melihat betapa besar pasukan musuh tersebut.

Di dekat kuburan Abu Tholib dan Khodijah yang terletak di punggung Mekah, kaum muslimin membuat kubah untuk Nabi. Dari kubah inilah Nabi mengamati dengan cermat arus pasukan Islam yang masuk ke kota dari empat penjuru.

Makkah... Membisu di depan Nabi dan pendukungnya. Ya Mekah membisu dan tidak lagi menyerukan teriakan Fir’aun-fir’aun, digantikan hiruk pikuk suara 10.000 prajurit Muslim yang menggema yang seakan-akan sedang menunggu kedatangan sahabatnya

Gua itu menatap kepada orang yang dulu berada dalam perutnya dalam keadaan terusir yang kini telah berdiri tegap dengan gagah dan dikelilingi puluhan ribu pengikut dan pembelanya.

Nabi memasuki Mekah dan bertawaf, menghancurkan berhala-berhala bersama al-Washi, tidak ada darah yang tertumpah. Orang-orang Quraisy yang berada di Makkah menunggu bibir Muhammad berucap tentang mereka, apakah yang akan terjadi pada mereka, namun bibir itu begitu mulia untuk menjatuhkan hukuman, ia memberikan kepada mereka yang telah memeranginya pengampunan dan beliau berkata “... Pergilah, Anda semua adalah orang-orang yang dibebaskan!”

Kini, di Shafa, laki-laki yang telah membuat sejarah itu telah kembali, berdiri di depan kehidupannya yang sarat dengan berbagai peristiwa dan yang ditangannya tergenggam masa depan yang gemilang. Selama dua puluh tahun penggembalaannya tak pernah henti, ia tak pernah merasakan letih, kesabarannya begitu tinggi, tak pernah menyerah. Orang –orang Quraisy berdesak-desakkan di bukit Shafa untuk memberikan Ba’iat.

Setelah penaklukan Mekah masih ada beberapa peperangan besar berlanjut – semasa hidup Nabi - yaitu Hunain, Tabuk. Al-Washi tampil dengan gagah perkasa dalam peperangan ini, sesudah membuat kocar-kacir musuh, al-washi segera menghambur untuk bergabung dengan Nabi, ia memutari Nabi, dan menghambur membabat musuh untuk melindungi Nabi, dan pada kali yang lain menemui prajurit musuh yang lari dan menghadang kejaran musuh. Sesudah itu kembali memutari Nabi. Nabi memanggil sahabat-sahabatnya yang lari cerai-berai “ Ayyuhan Nas, mau kemana kalian ?” Wahai orang-orang yang ikut bai’at al-Ridwan! Wahai, orang-orang yang kepadanya diturunkan surat Al-Baqarah! Wahai orang-orang yang berbaiat di bawah pohon...! orang-orang Madinah yang gagah berani segera sadar akan diri mereka! Dan ingat bahwa hingga saat ini mereka adalah tulang punggung Nabi. Kini Nabi memanggil mereka di tengah 12.000 orang prajurit, dua ribu diantaranya adalah kaum kerabatnya. Mereka segera menghambur ke arah Nabi menyambut panggilannya dengan, “Labbaik, Labbaik... Kami datang, kami datang...!”

Pasukan Islam kembali memenangkan pertempuran, peran individual Muhammad dalam menyampaikan risalah agungnya telah selesai, dan kini – tidak bisa – tidak di harus melihat pasukannya, untuk kesekian kalinya, mengingat dan mengenang kembali pelajaran yang telah diberikannya selama dua puluh tiga tahun, agar di bisa mengevaluasidan menelitinya kembali.



VII. Haji Wada



Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama Nabi dan kaum Muslimin tanpa ada seorang musrik pun yang ikut didalamnya, untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke Makkah, dan .. sekaligus inilah haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi. Rombongan haji meninggalkan Madinah tanggal 25 Dzulqa’idah , Nabi disertai semua isterinya, menginap satu malam di Dzi Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh, dan mulai bergerak... seluruh padang terisi gema suara mereka yang mengucapkan,”Labbaik, Allahumma labaik... Labbaik, la syarika laka, ! Aku datang memenuhi panggilanmu, Allahumma, ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu...Labbaik, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Segala puji, kenikmatan, dan kemaharajaan, hanya bagi-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu... Labbaik, aku datang memenuhi panggilan-Mu...” Langit, hingga hari itu, belum pernah menyaksikan pemandangan di muka bumi seperti yang ada pada saat itu. Lebih dari 100.000 orang, laki-laki dan perempuan – dibawah sengatan Matahari yang amat terik dan di padang pasir yang sebelumnya tak pernah dikenal orang – bergerak menuju satu arah. Medan ini merupakan lukisan paling indah dari satu warna yang menghiasi kehidupan manusia. Dan sejarah, adalah kakek tua yang terbelenggu dalam pengabdian terhadap kepentingan-kepentingan. Ia adalah tukang cerita yang membacakan hikayat-hikayat Fir’aun, Kisra dan Kaisar. Sejarah sekali melihat Muhammad dan orang-orang yang bergerak bersamanya dengan heran! Aneh sekali. Pasukan apa ini? Komandan berjalan kaki kelelahan, dan pengikut-pengikutnya pun demikian pula. Nabi memang berjalan kaki bersama umatnya. Sejarah memang mendengar bahwa “penguasa” itu berada di tengah-tengah pasukan itu, tapi ketika dicari-carinya, dia tak bisa menemukannya. Rombongan itu masuk Mekah 4 Dzulhijjah, disitu telah berkumpul Allah, Ibrahim, Ka’bah dan Muhammad. Dia juga ingin memperlihatkan kepada Ibrahim, bahwa karya besarnya, kita sudah diantarkan kepada Maksud.

Matahari tepat di tengah siang hari itu. Seakan-akan ia menumpahkan seluruh cahayannya yang memakar ke atas kepala semua orang. Nabi berdiri di depan lebih dari 100.000 orang. Laki-laki dan perempuan yang mengelilinginya. Nabi memulai pidatonya, Rosulullah berkata,”Tahukah kalian, bulan apa ini ?”

Mereka serentak menjawab,”Bulan Haram!” .....

...”Ayyuhan Nas, camkan baik-baik perkataanku. Sebab, aku tidak tahu, mungkin aku tidak lagi akan bertemu dengan kalian sesudah tahun ini, di tempat ini, untuk selama-lamanya... Ayyuhan Nas, sesungguhnya darah dan hartamu adalah haram bagimu hingga kalian menemui Tuhanmu sebagaimana diharamkannya hari dan bulanmu ini. Sesudah itu, kamu sekalian akan menemui Tuhanmu dan ditanya tentang amal-amalmu. Sungguh, aku telah sampaikan hal ini. Maka, barangsiapa yang masih mempunyai amanat, hendaknya segera disampaikan kepada orang yang berhak menerimanya.....”

Akar-akar syirik telah dihapuskan dari Mekah, dan Mekah menjadi sebuah kota suci bagi kaum muslim, tempat berkumpulnya muslimin dari seluruh penjuru dunia, dengan menggunakan pakaian yang sama, menuju Tuhannya, tidak ada perbedaan, baik kaya, miskin, raja, rakyat, semuanya sama dihadapan Tuhan, yang membedakannya adalah takwa.

Muhammad telah melaksanakan tugasnya, dan sekarang beliau berada di pembaringan, Nabi membuka mata seraya berkata kepada putrinya dengan suara pelan “Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rosul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rosul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berpaling ke belakang, maka tidak akan mendatangkan mudarat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.[Petikan dari laman. fatimah.org]

Muhammad SAW dan Pengemis Buta


Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.”

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW yang dihinanya setiap hari. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?”

Aisyah RA menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu pun kebiasaan Rasulullah yang belum ayah lakukan kecuali satu saja.” “Apakah Itu?,” tanya Abubakar RA. “Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana,” kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, ”Siapakah kamu?” Abubakar RA menjawab, ”Aku orang yang biasa (mendatangi engkau).” ”Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” bantah si pengemis buta itu.

”Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku,” pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, ”Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.”

Mendengar penjelasan Abubakar RA, seketika itu juga pengemis itu meledak tangisnya, sangat menyesal, dan dalam basahnya air mata ia berkata, ”Benarkah itu? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tapi ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia, begitu agung…. ”

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Keagungan dan Kemuliaan Seorang Muhammad



Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.

Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.

Sayidatina ‘Aisyah menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga.

Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai sembahyang.”

Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya,
“Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’)

Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.” Rasulullah lantas berkata,
”Kalau begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya.

Pernah baginda bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.”

Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda sebagai kepala keluarga.

Pada suatu ketika baginda menjadi imam solat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai bersembahyang :
“Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar”
“Ya Rasulullah… mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh,
kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan?
Kami yakin engkau sedang sakit…”
desak Umar penuh cemas.

Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.

“Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?”

Lalu baginda menjawab dengan lembut, ”Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”

Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.
Hanya diam dan bersabar bila kain rida’nya direntap dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya.

Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.

Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ketuanan.

Anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam keseorangan.

Ketika pintu Syurga telah terbuka, seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah, hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemahuan jiwanya yang tinggi.

Bila ditanya oleh Sayidatina ‘Aisyah, “Ya Rasulullah, bukankah engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?”

Jawab baginda dengan lunak, “Ya ‘Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.”

Rasulullah s. a. w. bersabda, “Sampaikan pesanku walau sepotong ayat”

(Jkt: ak.24.2.05)